Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Pajak air tanah merupakan jenis pajak daerah, artinya pajak air tanah merupakan kontribusi wajib bagi orang pribadi atau badan kepada suatu daerah. Sama halnya dengan jenis pajak pusat seperti Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pajak daerah bersifat memaksa.
Sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD), pajak air tanah dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota.
Adapun ketentuan pemungutan pajak air tanah yaitu dipungut berdasarkan penetapan Kepala Daerah. Maksudnya, pembayaran pajak air tanah dilakukan berdasarkan pada ketetapan Kepala Daerah.
OBJEK PAJAK AIR TANAH
Secara umum, air tanah merupakan salah satu sumber air bersih yang dapat diperoleh melalui penggalian (sumur gali) atau pengeboran (sumur bor).
Objek pajak air tanah adalah air tanah yang diambil dan/atau dimanfaatkan.
Contoh pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah adalah air yang berasal dari sumur bor yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Lantas apakah air yang berasal dari sumur bor juga dikenai pajak daerah?
Sesuai ketentuan Pasal 65 ayat (2) UU HKPD, pajak air tanah tidak dikenakan pada 6 (enam) kondisi pengambilan untuk:
-
Keperluan dasar rumah tangga;
-
Pengairan pertanian rakyat;
-
Perikanan rakyat;
-
Peternakan rakyat;
-
Keperluan keagamaan; dan
-
Kegiatan lainnya yang diatur dengan Perda.
Dengan demikian, dalam kaitannya dengan ilustrasi di atas, air tanah yang diambil dari sumur bor maupun sumur galian yang digunakan untuk keperluan rumah tangga, pertanian, perikanan, dan peternakan tidak dikenai pajak daerah berupa pajak air tanah.
BERAPA TARIF PAJAK AIR TANAH?
Tarif pajak air tanah ditetapkan paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen). Sama seperti tarif pajak daerah lainnya, tarif pajak air tanah juga ditetapkan dengan Peraturan Daerah, sehingga tarif tersebut dapat berbeda antara satu kabupaten/kota dengan kabupaten/kota lainnya.
CARA MENGHITUNG PAJAK AIR TANAH
Besarnya pajak air tanah dihitung dengan mengalikan dasar pengenaan pajak dengan tarif pajak. Dasar pengenaan pajak air tanah adalah nilai perolehan air tanah. Nilai tersebut didapatkan dari hasil perkalian antara bobot air tanah dengan harga air baku yang ditetapkan berdasarkan biaya pemeliharaan dan pengendalian sumber daya air tanah.
Semakin besar koefisien bobot air tanah, maka semakin besar pajak air tanah yang harus dibayar. Besar kecilnya koefisien bobot air tanah sendiri dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti jenis sumber air, lokasi sumber air, tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air, volume air yang diambil dan/atau dimanfaatkan, kualitas air, dan tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan/atau pemanfaatan air.
KAPAN WAJIB PAJAK HARUS MEMBAYAR PAJAK AIR TANAH?
Pajak air tanah terutang sejak diambil/dimanfaatkannya air tanah. Namun demikian, Wajib Pajak tidak harus langsung membayar pajak pada saat yang sama dengan saat terutangnya pajak air tanah. Jangka waktu pembayaran pajak daerah, termasuk pajak air tanah, ditetapkan oleh kepala daerah. Sesuai Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023, jangka waktu maksimal pembayaran atau penyetoran pajak terutang yaitu 1 (satu) bulan sejak tanggal pengiriman Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) untuk jenis pajak yang dipungut berdasarkan penetapan kepala daerah.
Pembayaran pajak daerah yang melebihi jangka waktu mengakibatkan timbulnya sanksi administratif berupa bunga sebesar 1% (satu persen) per bulan dari pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar atau disetor. Sanksi dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Penagihan sanksi dilakukan menggunakan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD).
PENGALOKASIAN PAJAK AIR TANAH
Beberapa penerimaan pajak daerah tertentu telah diatur penggunaannya oleh pemerintah. Penentuan penggunaan disesuaikan dengan jenis dan karakteristik pajak daerah. Pasal 86 UU HKPD jo Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 mengatur bahwa minimal 10% perolehan pajak air tanah digunakan untuk pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dalam daerah kabupaten/kota yang berdampak terhadap kualitas dan kuantitas air tanah.