UMKM Indonesia memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian negara Indonesia. UMKM memberikan kontribusi lebih dari 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Kemudian UMKM tercatat sebagai usaha yang kebal dan bisa bertahan pada di krisis ekonomi. Namun akibat adanya pandemi Covid-19 yang mengharuskan adanya pembatasan sosial, membuat sebanyak 30 juta pelaku UMKM bangkrut. Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia mencatat pelaku UMKM hanya tersisa 34 juta pelaku UMKM dari jumlah yang sebelumnya terdapat sebanyak 64,7 juta di tahun 2019.
Oleh karena itu, pelaku UMKM harus menyiapkan Tax Planning selama pandemi yang semakin melemahkan perekonomian negara Indonesia. Bagaimana Tax Planning yang dapat dilakukan bagi pelaku UMKM di masa pandemi Covid-19?
SEKILAS TENTANG TAX PLANNING
Tax Planning atau disebut juga sebagai perencanaan pajak guna meminimalkan pajak yang terutang dengan strategi yang legal menurut Undang-Undang Perpajakan.
Tujuannya adalah bagaimana pengendalian tersebut dapat mengefisiensikan jumlah pajak yang harus dibayar.
TUJUAN TAX PLANNING YAITU:
-
Mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak
-
Menghindari pengenaan pajak berganda
KEWAJIBAN PERPAJAKAN UMKM
Khusus bagi Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan/omzet usaha kurang dari Rp 4,8M dalam setahun, maka dikenakan tarif pajak UMKM sebesar 0,5% dari omzet sebulan yang bersifat final (PP 23 Tahun 2018).
Tarif pajak UMKM dapat digunakan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan berbentuk koperasi, CV, firma, dan juga PT.
TAX PLANNING BAGI PELAKU UMKM DI KALA PANDEMI
Meskipun perekonomian masih melemah karena pandemic yang membuat bisnis sepi, tetapi kewajiban pajak tetap tidak bisa dihindari. Jika berusaha menghindari maka akan timbul denda keterlambatan pembayaran dan pelaporan. Jangan sampai usaha sudah sepi masih ditambah harus bayar pajak beserta dendanya.
Oleh karena itu pemerintah telah memfasilitasi pelaku UMKM yang terdampak pandemi Covid-19 dengan memberikan insentif pajak di tahun 2021 (9/PMK.03/2021).
Salah satu insentif yang dapat digunakan oleh Wajib Pajak yaitu Pajak Penghasilan yang bersifat Final yang diperuntukan bagi UMKM yang Ditanggung Pemerintah (DTP) yang masih bisa dimanfaatkan sampai dengan masa pajak Juni 2021.
Namun, syaratnya pelaku UMKM harus melaporkan realisasi pemanfaatan insentif pajak UMKM DTP. Jika tidak, maka pelaku UMKM harus tetap membayar pajak seperti biasa. Oleh karena itu, memanfaatkan fasilitas insentif pajak UMKM DTP merupakan salah satu bentuk Tax Planning bagi pelaku UMKM di kala pandemi. Dengan memanfaatkan insentif tersebut, pelaku UMKM tidak perlu membayar pajak UMKM sama sekali.
Bagaimana Cara Lapor Realisasi Insentif Pajak UMKM DTP?
-
Lakukan pelaporan setiap bulan. Paling lama tanggal tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
-
Siapkan formulir berbentuk softcopy. Pelaporan dilakukan melalui pajak.go.id dengan menggunakan formulir sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran PMK Nomor 9/PMK.03/2021 (download formnya disini)
-
Pelaporan realisasi dilakukan melalui laman DJP Online dengan pilih menu layanan, kemudian klik “e-Reporting insentif Covid-19”. Selanjutnya klik “Rekam Realisasi”.
-
Isi formulir dengan keterangan berupa: identitas Wajib Pajak, rincian rekapitulasi peredaran bruto.
-
Selanjutnya pada tanda tangan dilengkapi dengan tempat, tanggal, nama serta NPWP penandatangan atau dalam hal ini pihak Wajib Pajak yang menerima insentif.
-
Jika data sudah di input dengan benar, klik “submit”. Kemudian Anda akan mendapatkan notifikasi atas lapor realisasi insentif PPh Final UMKM DTP sudah tersimpan.
Pandemi memang belum berhenti. Akan tetapi, kita tidak boleh berpasrah diri. Akan selalu ada ruang untuk berinovasi di tengah situasi yang kian tak pasti. UMKM negeri ini dari dulu dikenal tangguh mempertahankan diri dan mereka harus membuktikannya di era normal baru kini. Apalagi, insentif pajak telah diberi. Pasti jadi tambahan modal mempertahahankan eksistensi. Namun, UMKM tak boleh lupa laporan realisasi. Agar tak kena sanksi di kemudian hari.
Dan juga jangan lupa untuk melaporkan SPT Tahunan 2020 untuk badan usaha yang jatuh temponya pada 30 April 2021, keterlambatan pelaporan SPT Tahunan Badan akan dikenakan denda sebesar Rp 1.000.000