Secara umum, pengertian dari NPPN adalah norma yang bisa digunakan Wajib Pajak dalam penghitungan penghasilan neto pada satu tahun pajak dengan dasar penghitungan sesuai PPh Pasal 25/29 terutang.
Yang diperkenankan menggunakan NPPN adalah Wajib Pajak perorangan atau pribadi dengan pendapatan di bawah 4,8 miliar rupiah per tahun dan penggunaan norma perlu diberitahukan ke kantor pajak.
Badan usaha tidak bisa menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto karena Wajib Pajak badan diharuskan melakukan pembukuan meski omzetnya masih kurang dari 4,8 miliar rupiah.
Tujuannya dari menggunakan NPPN adalah untuk menyederhanakan penghitungan dalam mencari penghasilan neto.
Wajib Pajak pribadi yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto harus memberitahukan pada Direktur Jenderal Pajak melalui KPP terdaftar maksimal tiga bulan dari awal Tahun Pajaknya atau bersamaan pelaporan SPT Tahunan.
Jika Wajib pajak tidak memberitahukan pada KPP maka dianggap memilih untuk menyelenggarakan pembukuan.
Pekerjaan-pekerjaan yang memungkinkan untuk menghitung pajak penghasilannya menggunakan NPPN di antaranya:
-
Tenaga ahli seperti dokter, notaris, pengacara, arsitek, akuntan, kontraktor dan pekerjaan bebas lainnya.
-
Olahragawan
-
Pemusik, penyanyi, aktor, penari, pelawak, bintang iklan, kru film, dan pekerjaan-pekerjaan di bidang seni lain.
-
Peneliti, pengarang, penerjemah.
-
Agen iklan, pengawas proyek, perantara, agen asuransi, pedagang.
Pengaplikasian Norma Penghitungan Penghasilan Neto
Salah satu rumus yang dapat digunakan untuk menghitung Norma Penghitungan Penghasilan Neto yaitu peredaran penghasilan bruto dikalikan tarif persentase NPPN.
Besaran NPPN berbeda-beda tergantung jenis Wajib Pajaknya dan berada di kelompok wilayah mana. Ada sejumlah tips untuk memudahkan mengetahui tarif Norma Penghitungan Penghasilan Neto, antara lain:
· Lakukan pengecekan pada daftar norma dengan terlebih dahulu mencari klasifikasi lapangan usaha (KLU) yang sesuai SPT.
· Kemudian cek apakah kelompok usahanya sudah sesuai.
· Cari kolom tarif yang sesuai dengan tempat tinggal atau domisili. Kolom pertama diperuntukkan Wajib Pajak yang domisilinya di sepuluh ibukota provinsi yakni Bandung, Jakarta, Semarang, Denpasar, Surabaya, Palembang, Medan, Makassar, Manado, dan Pontianak. Kolom-kolom berikutnya bagi Wajib Pajak yang berdomisili di ibukota provinsi selain yang sepuluh tadi.
Bagaimana Menghitung Norma Penghitungan Penghasilan Neto?
Contoh
Agung adalah akuntan dengan domisili tempat tinggal di Jakarta. Pada tahun pajak 2022, dirinya mendapatkan penghasilan bruto Rp 500 juta. Agung Memiliki istri dan 3 orang anak. Lalu, berapa penghasilan netonya?
Di sini, kita harus melihat persentase neto dari pekerjaan dan domisili. Jika Norma Penghitungan Penghasilan NetoAgung 50%, maka dapat dihitung:
-
Penghasilan neto = Rp 500 juta x 50%
-
Penghasilan neto =Rp250 juta
Pajak yg dibayarkan =
Penghasilan neto – PTKP = Rp 250 juta – Rp 72 juta = Rp 178juta
Pajak yang di bayarkan sesuai dengan tariff progressive = Rp 20.700.000
Sebagian masyarakat merasa kesulitan menghitung penghasilan neto, terlebih masalah pajaknya. Sebenarnya tidak serumit itu jika mengetahui cara melakukan penghitungan penghasilan neto menggunakan NPPN.